DPC PPWI TANAH BUMBU PERIODE 2011-2016 > Dewan Pembina/Penasehat > dr. HM. Zairullah Azhar, MSc / Prof. DR. Arief Amrullah, SH, M.Hum / H. Rahmida, SE / Mahyudi Djinggo - Dewan Pengurus : > Imi Suryaputera (Ketua), Imran AH (Wkl Ketua), Eko Sulaksono (Sekretaris), M. Ilham, Z (Bendahara), Bidang & Biro : > Rudi Hartono (Hukum & Advokasi), Rahman (Sekretariat & Organisasi), Agus Kistiyanto (Pendidikan & Litbang), Dede Armansyah (Usaha & Keuangan), Azhar (Koordinator Humas & Publikasi), M. Noor (Humas & Publikasi)

Penerjemah Bahasa

Jumat, 01 April 2011

Sektor Tambang Batubara Di Tanah Bumbu


foto : matanews
- Ternyata Masih Ada Sumbangan Pihak Ketiga

Permendagri No 551/2009
Adanya potensi Sumber Daya Alama (SDA, Natural Resources) berupa deposit batubara yang dimiliki suatu daerah, menjadikan anugerah dan keuntungan tersendiri bagi daerah tersebut.

Kabupaten Tanah Bumbu patut bersyukur memiliki potensi bahan mineral berupa batubara itu. Jutaan metrik ton setiap tahunnya produksi batubara dikeluarkan dari perut bumi Kabupaten Tanah Bumbu, dan dikapalkan ke berbagai daerah hingga mancanegara.
Disamping telah memberikan lapangan kerja yang cukup banyak menyerap tenaga baik lokal maupun luar daerah, juga telah menjadikan banyak pengusaha yang tambah besar, serta banyak yang berubah status menjadi OKB alias Orang Kaya Baru. Dan tak kalah pentingnya adalah adanya pemasukan yang lumayan besar ke kas daerah guna menyelenggarakan pembangunan di berbagai bidang.

Pemerintah Pusat sudah mengatur pemasukan dari sektor pertambangan melalui pungutan yang lazim disebut royalty. Aturan tersebut melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara  Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2).
Namun tampaknya Pemkab Tanah Bumbu belum cukup puas dengan menerima distribusi dari pembagian Pemerintah Pusat, yang mana nilainya mesti dibagi dengan beberapa daerah lainnya di wilayah Propinsi Kalsel. Dengan pertimbangan urgensitas dana untuk melaksanakan pembangunan di kabupaten yang baru terbentuk pada waktu awal-awal pasca berdirinya Kabupaten Tanah Bumbu, Pemkab setempat mengambil alternatif memberlakukan pungutan terhadap para pengusaha bidang pertambangan. Pungutan itu terkenal dengan sebutan Sumbangan Pihak Ketiga, disingkat SP.3.

Pungutan tersebut per tahunnya lumayan besar mencapai 200-an milyar rupiah. Pungutan itu didasari dan diatur berdasarkan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 551 tahun 2008 tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga/Dana Hibah dari Sektor Pertambangan Batubara dan Pelabuhan Khusus.

 foto : gresnews
Adanya sejumlah pihak yang mengungkit dan mempermasalahkan pungutan tersebut, pada Januari 2009 lalu menteri Dalam Negeri melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2009 membatalkan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 551 tahun 2008 itu.

Tanah Bumbu pun kehilangan pemasukan pendapatan langsung ke kas daerah yang cukup besar. Namun tampaknya meski sudah ada pembatalan terkait pungutan tersebut, diam-diam ternyata Pemkab Tanah Bumbu kembali memberlakukan pungutan sejenis. Beberapa pengusaha di bidang pertambangan mengaku kembali membayar pungutan yang dibebankan kepada mereka. Dan adanya pungutan itu diakui oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu beberapa waktu ketika sejumlah wartawan mempertanyakannya.
Menurut Kepala Dinas, yang diterima itu bukan berupa pungutan melainkan sumbangan. Agaknya ada pemilahan istilah antara pungutan dan sumbangan ; pungutan ditentukan nilainya, sedangkan sumbangan tidak, tergantung seberapa besar pihak penyumbang memberikannya.
Namun jika mencermati kembali Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2009, maka jelas-jelas pembatalan itu terkait sumbangan dengan bunyi paragraph yang menggunakan huruf capital ; PEMBATALAN KEPUTUSAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 551 TAHUN 2008 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA/ DANA HIBAH DARI SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PELABUHAN KHUSUS TAHUN 2009.

Informasi dari beberapa sumber menyebutkan pihak Pemkab Tanah Bumbu sekarang ini memberlakukan pungutan sebesar Rp. 7.500 per metrik ton, yang dibagi sebesar Rp. 4.000 disetorkan ke kas daerah, sedangkan yang Rp. 3.500 ke “kas siluman” milik oknum Pejabat di Pemkab. Terlepas dari benar tidaknya terkait adanya pembagian tersebut, yang jelas Peraturan Menteri Dalam Negeri sudah amat sangat jelas melarang adanya sumbangan.
Sebuah sumber mengungkapkan adanya pungutan tersebut mengakibatkan adanya pungutan berganda dikarenakan para pengusaha bidang pertambangan sudah membayar dana royalty ke Pemerintah Pusat, apalagi sumbangan itu dipungut setiap kali terjadi pengiriman ataupun pengapalan batubara. “Yang namanya sumbangan itu tak ditentukan nilainya, dibayar hanya untuk satu kali, sedangkan bila nilainya ditentukan dan dilakukan berkali-kali namanya adalah pungutan,” ungkap sumber tersebut.
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar