DPC PPWI TANAH BUMBU PERIODE 2011-2016 > Dewan Pembina/Penasehat > dr. HM. Zairullah Azhar, MSc / Prof. DR. Arief Amrullah, SH, M.Hum / H. Rahmida, SE / Mahyudi Djinggo - Dewan Pengurus : > Imi Suryaputera (Ketua), Imran AH (Wkl Ketua), Eko Sulaksono (Sekretaris), M. Ilham, Z (Bendahara), Bidang & Biro : > Rudi Hartono (Hukum & Advokasi), Rahman (Sekretariat & Organisasi), Agus Kistiyanto (Pendidikan & Litbang), Dede Armansyah (Usaha & Keuangan), Azhar (Koordinator Humas & Publikasi), M. Noor (Humas & Publikasi)

Penerjemah Bahasa

Rabu, 30 Maret 2011

18 Sikap Wartawan

Oleh: Stanley, Wartawan senior, pendiri sekaligus anggota Majelis Etik, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan kini bekerja sebagai Direktur Institut Studi Arus Informasi (ISAI)
--------------------------------------------------------------------------

Semua wartawan senior pada umumnya hidup dengan sejumlah nilai-nilai yang dipercaya bisa menjaga profesionalisme yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun. Kecuali wartawan `bodrex', semua wartawan memang hidup dengan nilai-nilai yang ketat. Ada berbagai aturan, etika, dan tatalaku yang umumnya harus dipenuhi. Misalnya, selain etika jurnalistik yang dianut dalam organisasi, ada juga peraturan
perusahaan di tempat mereka kerja.
Apa sih nilai-nilai yang perlu dijaga seorang wartawan untuk mempertahankan profesionalitasnya? Berikut adalah 18 sikap wartawan yang merupakan pedoman profesi, sekaligus nilai-nilai yang harus dipertahankan dalam bekerja.

1. Wartawan sebagai panggilan hidup. Hidup sebagai wartawan adalah hidup yang total, yaitu menyerahkan diri secara penuh untuk mengabdi pada kepentingan orang lain. Pekerjaan seorang wartawan menuntut
setiap saat dirinya berada di suatu tempat, kapan, dan di mana saja, tanpa pandang bulu.

2. Sikap kritis dan selalu ingin tahu. Wartawan pada hakekatnya harus selalu mengembangkan sikap kritis, peka, ingin tahu yang besar pada setiap persoalan dan peristiwa. Seorang wartawan sebaiknya setiap hari
selalu membaca berbagai koran, majalah, dan buku terbitan dalam dan luar negeri. Semuanya dibaca bukan karena memang mendesak untuk dibaca, tapi untuk mengantisipasi agar tak ada berita penting yang lolos dari pengamatan.

3. Kecepatan dan ketepatan. Seorang wartawan tak membiasakan diri untuk menunda pekerjaan. Berita harus selalu dikejar, setelah itu didiskusikan dan ditulis tanpa mengabaikan faktor kecepatan  (tenggat) dan ketepatan (akurasi) yang jadi salah satu ukuran prestasi kerja seorang wartawan.

4. Etos kerja yang tuntas. Etos ini menuntut cara kerja yang tak kenal lelah. Pekerjaan rutin pada hekekatnya tak akan menjadikan wartawan kian lemah. Justru sebaliknya, pekerjaan akan kian menantang munculnya
kreativitas baru.

5. Lobbying. Lobbying dengan berbagai pihak (instansi maupun perorangan) mutlak diperlukan wartawan guna menjaring informasi, sekaligus menambah dan memperluas wawasan.

6. Sikap kelembagaan. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan karena itu dibutuhkan kerja sama tim dalam lembaga.

7. Sikap saling koreksi. Pada dasarnya wartawan harus mengembangkan sikap saling koreksi di antara sesamanya. Koreksi jangan menunggu datang dari orang luar. Kalau hal terakhir yang terjadi, berarti si wartawan sedang digugat dan diancam pihak luar untuk diperadilankan.

8. Sikap mencintai pekerjaan. Mencintai pekerjaan berarti selalu berupaya membuat karya sesempurna mungkin. Dalam persoalan yang berhubungan dengan orang atau pihak lain, wartawan akan berhati-hati untuk tidak membuat pemberitaan yang bisa melukai.

9. Sikap bersaing secara sehat. Setiap wartawan akan terlibat dalam persaingan meningkatkan kemampuan dan membuat karya yang lebih berkualitas. Sikap persaingan sehat ini akan mendorong munculnya dinamika, wacana dan model jurnalisme yang lebih bermutu.

10. Bekerja terencana. Wartawan selalu bekerja secara terencana untuk
memperoleh hasil yang maksimal. Dalam perencanaan ada sasaran dan
target yang hendak dicapai.

11. Wartawan sebagai pengamat. Wartawan pada hakekatnya adalah seorang pengamat yang cermat. Terkadang ia juga dituntut jadi peneliti. Kecermatan dan pengetahuan akan suatu hal dibutuhkan untuk memperoleh gambaran lengkap, penjelasan latar belakang yang cukup detil dan akurasi suatu peristiwa hingga laporan tidak kering dan dangkal.

12. Sikap tak apriori. Wartawan harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ia tak memojokkan narasumber dalam pemberitaannya apalagi dengan cara tak manusiawi atau pun bersikap sinis pada sebuah persoalan. Wartawan juga tak menempatkan dirinya sebagai "lawan" yang siap menerkam seorang yang melakukan kesalahan. Wartawan juga tak boleh melakukan vonis terhadap seseorang (apalagi
keluarganya) hanya kerena kejahatan yang dilakukannya.

13. Sikap sangsi yang santun. Wartawan wajib selalu meneliti dan menguji kebenaran sebuah berita serta memperkayanya dengan berbagai fakta baru. Setiap pernyataan, pidato, atau pun tips tak boleh langsung dipercaya, tapi kita harus menyangsikannya secara santun (quit doubt of disbelieve) tanpa perlu meremehkan.

14. Sikap sebagai inspektur. Wartawan pada dasarnya bukan sekadar melakukan fungsi sebagai kamerawan, juru penerang, pemandu (guide), dan sastrawan tapi juga harus menjalankan fungsi seorang inspektur yang baik. Wartawan tak hanya bisa meng"angguk-angguk" mendengar penjelasan seorang pejabat, tapi juga bisa mencari keanehan, rekayasa dan ketidak-beresan suatu hal yang dilihatnya, mirip dengan seorang penilik sekolah.

15. Kritik untuk perbaikan. Pada dasarnya kritik wartawan adalah konstruktif. Jika wartawan melancarkan kritikan, ia selalu memberi kesempatan orang yang dikritiknya untuk bicara menjelaskan dan memberikan argumentasi. Dengan demikian, dalam menjalankan fungsi kontrolnya, wartawan selalu bertindak arif dengan mengemukakan hal-hal yang baik dan perlu diteladani.

16. Hati-hati terhadap unsur "SARA". Wartawan selalu berhari-hati terhadap berita yang berkaitan dengan pertikaian etnis dan agama (SARA: suku, agama, ras, dan antar golongan) dan tak mempolitisir sebuah pertikaian biasa, adu domba, atau sebuah kriminalitas menjadi pertikaian SARA. Wartawan harus melakukan identifikasi yang cukup dengan mempertimbangkan kemungkinan paling buruk dari pemberitaannya.
Wartawan pada hakekatnya tak pernah "menyiramkan bensin ke dalam kobaran api".

17. Check and recheck. Wartawan tak menelan mentah-mentah setiap informasi tanpa mengecek kebenaran informasi yang diterimanya. Ia selalu melaporkan selengkap dan seobyektif mungkin setiap kejadian tanpa memasukkan opini dalam laporannya.

18. Memberi yang terbaik. Wartawan selalu bersikap cepat tanggap terhadap keluhan dari luar, terutama terhadap media tempatnya bekerja. Ia selalu mempersembahkan hal yang terbaik pada pembacanya. Apa yang dikerjakannya semata bukan urusan teknis, tapi juga mencakup masalah etika.(sumber : mediacare.multiply.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar