DPC PPWI TANAH BUMBU PERIODE 2011-2016 > Dewan Pembina/Penasehat > dr. HM. Zairullah Azhar, MSc / Prof. DR. Arief Amrullah, SH, M.Hum / H. Rahmida, SE / Mahyudi Djinggo - Dewan Pengurus : > Imi Suryaputera (Ketua), Imran AH (Wkl Ketua), Eko Sulaksono (Sekretaris), M. Ilham, Z (Bendahara), Bidang & Biro : > Rudi Hartono (Hukum & Advokasi), Rahman (Sekretariat & Organisasi), Agus Kistiyanto (Pendidikan & Litbang), Dede Armansyah (Usaha & Keuangan), Azhar (Koordinator Humas & Publikasi), M. Noor (Humas & Publikasi)

Penerjemah Bahasa

Minggu, 08 Mei 2011

Lupa Janji Setelah Jadi Bupati; Bikin Kebijakan Tak Populis

www.kompasiana.com/imizona
Pergantian Kepala Daerah, Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan sejak Agustus 2010 lalu, belum menampakkan perubahan berarti bagi kabupaten yang baru berusia 8 tahun ini.
Yang tampak di berbagai tempat di wilayah Tanah Bumbu adalah kerusakan badan jalan, belum tampak pula upaya perbaikan yang dapat mengundang simpati dan menyenangkan hari masyarakat.
Hampir rata-rata anggota masyarakat berpendapat senada, Kepala Daerah hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kroninya ketimbang memikirkan perubahan dan peningkatan pembangunan struktur dan infrastruktur yang vital bagi kepentingan masyarakat luas.

Keluhan masyarakat itu pun terasa wajar dan lumrah bila mengingat janji-janji kala berkampanye, ingin membuat perubahan lebih dari yang dilakukan oleh Kepala Daerah terdahulu. Namun yang terjadi justru sebaliknya, belum juga menampakkan perubahan yang signifikan.

Yang muncul ke permukaan selama Bupati Tanah Bumbu yang baru adalah, kesepakatan yang dibuatnya bersama Bupati kabupaten tetangga, Tanah Laut terkait batas wilayah kedua kabupaten, dimana ribuan hektar wilayah Tanah Bumbu di Desa Sei Cuka Kecamatan Satui hilang menjadi wilayah Kabupaten Tanah Laut. Kesepakatan oleh 2 Bupati yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu tanpa melibatkan kedua DPRD kabupaten yang bersangkutan.
Kesepakatan yang sangat merugikan Kabupaten Tanah Bumbu, karena di wilayah yang hilang tersebut terdapat cadangan deposit batubara yang cukup besar. Namun bukan jadi rahasia umum lagi, isu yang beredar menyebut Bupati tanah Bumbu memperoleh konpensasi atas hilangnya wilayah itu sebesar Rp. 25 milyar dari para pengusaha yang berada di wilayah Kabupaten tanah Laut.
Perihal isu konpensasi itu dibantah oleh kebanyakan anggota DPRD Tanah Bumbu, tapi masyarakat Tanah Bumbu tak mudah percaya jika mengetahui sepak terjang Bupati yang masih sangat muda ini.

DPRD Tanah Bumbu yang merasa tak dianggap sebagai mitra pelaksana pemerintahan oleh Bupati, melayangkan Hak Interpelasi, menanyakan kebijakan Bupati terkait kesepakatan tidak populis yang dibuatnya tersebut.
Penyampaian Hak interpelasi itu telah disampaikan oleh DPRD tanah Bumbu pada pekan lalu, yang mana tanpa kehadiran Bupati Tanah Bumbu. Dan ditambah ketidak hadiran anggota DPRD Tanah Bumbu dari Fraksi PDIP yang juga tidak hadir berikut anggota DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan yang menjadi pendukung kebijakan Bupati.
Melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Tanah Bumbu, Bupati berjanji akan hadir pada Sidang Paripurna berikutnya, menjawab berbagai pertanyaan terkait kebijakannya.

Adapun masyarakat Desa Sei Cuka yang wilayah desanya hilang menjadi wilayah desa tetangganya, tak mau tinggal diam. Mereka sudah ambil ancang-ancang akan melakukan unjuk rasa saat Sidang Paripurna mendengar jawaban Bupati digelar. Masyarakat sudah menyampaikan pemberitahuan unjuk rasa ke pihak Polres Tanah Bumbu, dan mendapat persetujuan.
Banyak warga Tanah Bumbu memprediksi suasana Sidang Paripurna mendengarkan jawaban Bupati yang akan digelar pada Kamis (12/5/2011) nanti bakal panas dan ramai dengan kehadiran masyarakat Desa Sei Cuka serta kehadiran berbagai elemen masyarakat lainnya yang ada di wilayah Tanah Bumbu.

Masalah lainnya yang juga mencuat ke permukaan adalah, pungutan Sumbangan Pihak Ketiga atau biasa disebut dengan istilah SP-3 dari kegiatan pertambangan batubara.
Pungutan terhadap para pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) itu sebenarnya sudah dilarang oleh Mendagri melalui Keputusan Mendagri Nomor 52 Tahun 2009. Tapi begitu pergantian Bupati Tanah Bumbu, kembali dipungut dengan nilai malah naik dari sebelumnya, dari Rp. 4 ribu per MT naik menjadi Rp. 7.500 per MT. Pembayaran SP-3 ini menurut para pengusaha bidang pertambangan, dibayarkan ke rekening Pemkab Tanah Bumbu di Bank BNI 46 lalu kemudian ditransfer ke Bank Kalsel (dulu Bank BPD Kalsel). Adanya 2 rekening bank milik Pemkab Tanah Bumbu di 2 bank berbeda ini menimbulkan pertanyaan banyak orang. “Kenapa tidak menggunakan 1 rekening di 1 bank saja ? Mestinya cukup rekening di Bank Kalsel saja,” ungkap banyak warga yang keheranan.

Adapun perihal diberlakukannya pungutan SP-3, banyak pihak juga berkomentar. Mereka menilai yang disebut sumbangan berlaku hanya 1 kali dalam setahun dengan nilai yang tak ditentukan jumlahnya. “Bila dilakukan berkali-kali, apalagi nilainya ditentukan, bukan sumbangan namanya tapi pungutan. Bila itu dikategorikan pungutan, dasar hukumnya harus jelas, bukan berdasarkan kesepakatan beberapa pihak. Dan lagi pula dengan adanya pungutan SP-3, maka terjadi double accounting atau pungutan berganda terhadap hasil tambang batubara, dimana selain dikenakan pungutan royalty oleh Pemerintah Pusat, juga dipungut oleh Pemerintah Daerah,” ungkap seorang Mantan Birokrat dan Pejabat yang sudah pensiun.  

Akan halnya pungutan SP-3 ini, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono kepada para wartawan pernah memberikan alasan ; karena para pengusaha itu melakukan pengiriman batubara berkali-kali, maka sumbangan terhadap mereka pun dipungut setiap kali mereka melakukan pengiriman.
Itulah 2 hal yang lebih mencuat ke permukaan selama pemerintahan Bupati Tanah Bumbu yang baru, lebih santer ketimbang perbaikan struktur dan infrastruktur yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak.
  
www.pewarta-indonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar